
ILustrasi
KARAWANG-Mantan pecandu narkoba jenis sabu-sabu blak-blakan kepada Prasastijabar.com, dalam sebuah perbincangan santai beberapa waktu lalu. Sebagai pecandu berat sabu belasan tahun, diakuinya kristal putih sekarang lebih berbahaya daripada semasa ia mengkonsumsi.
Sebut saja, AZ, (39) , mantan buruh pabrik, warga Bandung, yang sempat terjerat candu narkoba selama belasan tahun menceritakan pengalamannya.
AZ, mengaku sejak mempunyai anak, dirinya total berhenti mengonsumsi narkoba jenis sabu-sabu. Padahal, ia sudah mengkonsumsi sabu sejak ia masih duduk di bangku kuliah, sekitar 15 tahun yang lalu.
AZ mengungkapkan, ia memang berasal dari kalangan berada. Pergaulan dengan para pecandu narkoba menjerumuskannya kedalam lembah hitam candu narkoba.
Baca juga : Dalam Sepekan, Delapan Pengedar Narkoba Jaringan Karawang Dibekuk Polres Karawang
“Inex, ganja, putau, heroin, hingga sabu- sabu saya pernah mencobanya. Heroin saya dapat saat masih bekerja sebagai awak kapal pesiar,” kata AZ, memulai percakapan.
Belakangan, AZ melanjutkan, sabu-sabu menjadi santapan kesehariannya sejak berprofesi sebagai salah satu orang penting di sebuah perusahaan usai berhenti bekerja sebagai awak kapal.
“Sekitar tahun 2010 atau 2011 lah, saya mudah sekali membeli sabu-sabu. Saat itu saya masih bujangan, mengontrak di Bandung, dan senang dunia malam serta main perempuan,” ujarnya.
Bagi AZ, wanita yang senang dunia gemerlap malam mudah sekali didapat, sebagai teman bersenang-senang. Pasalnya, para wanita yang ia kencani banyal berlatar belakang mahasiswa dan juga pegawai swasta dan sama- sama kecanduan narkoba.
Baca juga : Sepekan, Polres Cianjur Tangkap 10 Pengedar Narkoba
“Mereka ( wanita) datang sendiri ke kontrakan saya. Selain kontrakan saya bersih dan nyaman, mereka juga dasarnya cuma ingin make bareng gratis. Selepas itu mereka pasrah mau diapain juga asal sempat make ( narkoba) aja. Kadang yang datang 2 orang, bahkan 3 orang sekaligus. Kadang saya kewalahan, bingung mau yang mana dulu yang saya garap,” ujarnya, seraya tertawa mengenang masa lalu.
Terkait narkoba jenis sabu sabu, AZ, semasa ia jadi pecandu, sering membeli dengan harga yang cukup mahal. Namun, menurutnya tidak masalah karena saat itu gaji seukuran bujangan dirasa besar ia dapatkan.
“Dulu beli 1 jie (paket) lumayan mahal, barangnya juga bagus. Yang make juga masih kalangan tertentu. Sekarang banyak paket murah dan yang pakai juga berbagai kalangan,” tuturnya.
Pernah, dua tahun terakhir ia komitmen bersih dari narkoba, nyaris tergoda oleh ajakan reuni teman kerja lama yang masa itu pemakai narkoba. Namun, ayah dua anak tersebut mengaku sesak dan terbatuk batuk lantaran merasa ada citarasa berbeda dari sabu yang ia hisap.
“Gila men, rasanya panas di tenggorokan dan di hidung. Paru-paru serasa terbakar. Gue rasa kok beda rasanya gak seperti barang jaman dulu,” kata AZ.
Ia pun akhirnya urung terjerembab lagi ke dunia kelam masa lalu. Bahkan, ia sempat memberitahu teman-temannya agar berhenti mengonsumsi sabu.
“Gue bilangin, ini barang sekarang udah gak bagus kualitasnya. Ini mah racun, sepertinya campuran zat lainnya persentasenya kacau. Ini racun men,” ucapnya.
Sesaat, sarjana Kimia Farmasi itu mengaku menganalisa. Ia mengatakan, sabu sabu yang beredar saat ini diduga dicampur zat berbahaya, agar para bandar atau produsennya meraup untung berlipat dari hasil penjualan.
“Masuk akal lah, pembeli atau pengguna semakin banyak, produksi pasti dituntut lebih besar dan cepat dalam pemasaran. Dan itu peluang bagus buat mereka melipatgandakan keuntungan dengan mencampur sabu murni dengan zat lain. Makanya sekarang dijualnya juga lebih murah,” tuturnya.
Hal yang paling miris, sambung AZ, sahabat lama sesama pecandu sabu-sabu, hingga saat ini belum juga dikaruniai keturunan. Padahal, temannya itu menikah lebih dahulu daripada AZ.
“Kemarin kemarin kami dan teman yang sudah stop total nyabu. Konsul dengan dokter spesialis ahli kandungan. Nyatanya, saya selamat karena keburu stop pakai narkoba. Dan kawan saya yang satu ini, meskipun sudah menikah masih tetap nyandu. Dokter bilang kualitas sperma pengguna narkoba sangat buruk. Jadi harus rehabilitasi bertahun-tahun supaya bisa punya keturunan. Butuh biaya banyak juga,” papar Az.
Az mengingatkan, jika pasangan suami istri yang masih doyan nyabu, jangan harap punya keturunan sebelum rehabilitasi. Itu pun, sambung dia, jika tidak terlambat.
“Biang kanker sabu itu, beracun sekarang, berhentilah para pemakai,” imbaunya.
Az saat ini menjalani pola hidup sehat tanpa narkoba. Ia merasa bersyukur Allah masih mengingatkan dan masih mempercayainya memberikan keturunan.
“Sekarang saya masih tinggal di Jawa Barat, punya anak 2, dan istri sedang hamil anak ke tiga. Saat ini saya bersama sahabat lama mantan pecandu, sedang fokus bantu seorang kawan agar berhenti kecanduan, karena ia ingin punya anak,” tutupnya. (dit/tif).