
Pekerja sedang memantau operasional sumur Migas di Stasiun Pengumpul Bambu Besar Pertamina EP yang berlokasi di Desa Ciranggon, guna memastikan produksi berjalan normal.
Penulis: Dodo Rihanto
JAUH sebelum ilmuwan berpikir tentang energi terbarukan, keberadaan minyak dan gas bumi telah menemani sendi-sendi kehidupan manusia. Setiap aktivitas warga, khususnya masyarakat Indonesia tak lepas dari migas.
Mengolah sawah, pergi ke kantor adalah contoh kegiatan yang membutuhkan minyak yang berasal dari perut bumi. Petani butuh solar guna menjalankan mesin traktor. Dia juga butuh pupuk kimia yang bahan baku dari gas bumi.
Pegawai selalu memulai aktivitasnya dengan berkendara yang bahan bakarnya bensin atau solar. Bahkan untuk menikmati secangkir kopi pun, mereka butuh gas untuk memanaskan air.
Fakta tersebut diungkapkan Ndirga Andri Sisworo, Senior Manager Subang Field Pertamina EP kepada sejumlah awak media di Stasiun Pengumpul Bambu Besar Pertamina EP yang berlokasi di Desa Ciranggon, Kecamatan Karawang Timur, Kabupaten Karawang, pada Rabu 11 September 2024 silam.
“Disadari atau tidak, peran minyak dan gas bumi untuk saat ini masih sangat dominan di semua lini kehidupan masyarakat. Tanpa migas aktivitas masyarakat bakal terganggu,” ujar Ndirga.
Dijelaskan, Migas bukan sekedar penopang aktivitas warga. Saat ini migas masih berperan sebagai alat ketahanan negara. Ketika migas langka atau lenyap sama sekali, negara bakal rapuh karena kegiatan warga sebagain besar terhenti.
Ndirga menuturkan, sebagai orang yang berkecimpung dalam kegiatan produksi migas, dirinya merasa bertanggungjawab untuk menjaga ketersediaan komoditas tersebut. Dia tidak mau ekonomi negara ambruk hanya karena migas lenyap dari peredaran.
Atas dasar tanggungjawab itu, lanjut Ndirga, dia bersama timnya terus menerus berupa agar migas tidak langka dan harganya tetap terjangkau masyarakat.
“Jika kami tidak berbuat apa-apa, dalam belasan tahun ke depan Indonesia bakal kehabisan migas. Sumur-sumur migas yang ada suatu saat akan habis,” kata Ndirga membeberkan paparannya..
Oleh sebab itu, lanjut dia, Pertamina terus menerus mancari cadangan minyak baru selain mengoptimalkan penambangan sumur yang telah ada. Salah satu acara adalah dengan menggunakan metoda seismik untuk menemukan deposit migas yang masih tersimpan di perut bumi.
Ndirga berharap dari sekian titik seismik itu ditemukan cadangan migas yang bisa menyambung produksi migas hingga puluhan tahun ke depan. “Kami tidak akan pernah merasa lelah berusaha memperpanjang usia produksi migas,” katanya.
Melalui teknologi baru, lanjut dia, proses seismik yang dilakukan saat ini lebih aman dari getaran, sehingga tidak banyak berdampak terhadap lahan dan pemukiman warga. Namun apapun jenis teknologinya, kegiatan yang mereka lakukan semata-mata demi keberlangsungan penyediaan energi di Indonesia.
Selain mencari sumber-sumber migas baru, lanjut Ndirga, pihaknya juga dituntut menjaga kontinuitas produksi dari sumur yang telah ada. Sejumlah pekerja dikerahkan untuk menjaga ladang-ladang migas yang diberbagai daerah khususnya di wilayah kerja Subang Field Pertamina EP.
“Mereka bekerja 24 jam silih berganti. Mereka meninggalkan keluarga dan tinggal di lingkungan sumur migas yang jauh dari keramain kota hanya demi terjaganya produksi energi bagi nuasa dan bangsa,” ujar Ndirga.
Di tempat yang sama, Ratno Tri Prima Wahyudi (38), selaku Senior Supervisor Stasiun Pengumpul Bambu Besar Pertamina EP, Ciranggon, Karawang Timur menyebutkan, dirinya tak berani meninggalkan tempat tugas barang sekejap pun. Sebab dia harus memastikan sumur migas yang dijaganya tidak terjadi trouble atau aja apa namanya anomali produksi.
“Rasa sepi terkadang memang ada. Namun kami selalu memotivasi diri, jika yang kami lakukan di sini untuk kepentingan Indonesia Raya,” kata Ratno.
Menurutnya, ladang-landang Migas tak pernah mengenal libur produksi. Demikian pula pekerjanya, nyaris tak pernah menikmati malam pergantian tahun atau mudi lebaran secara sempurna.
“Sakit pun kadang tidak kami rasa. Pikiran kami tercurah untuk menjaga stabilitas dan kontinuitas produksi,” ujar Ratno, saat berbagi cerita hidupnya kepada awak media.(***)