LMP: BPK Harus Optimalkan Fungsi Advisory Agar Temuan di OPD dapat Ditekan

Wakil Ketua LMP Mada Jabar, Andri Kurniawan
KARAWANG-Uji petik Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam melakukan pemeriksaan pada hasil pekerjaan infrastruktur dinilai tidak fair karena kerap berbeda dengan teknis yang dilaksanakan. Hal itu menjadi penyebab sering adanya temuan kelebihan bayar pada program pembangunan infrastruktur.
Wakil Ketua Laskar Merah Putih (LMP) Markas Daerah Jawa Barat (Mada Jabar), Andri Kurniawan mengatakan, selama ini pihaknya terus memperhatikan temuan pada kegiatan realisasi keuangan untuk belanja konstruksi. Namun itu terjadi bukan karena unsur kesengajaan dengan mengurangi kualitas atau kuantitas, melainkan adanya perbedaan pemahan teknis antara rujukam regulasi berupa Peraturan Kementrian dan lainnya.
Adanya temuan BPK itu bukan hanya akan mumbuat pihak penyedia jasa dipusingkan, namun pihak OPD juga akan mendapatkan stigma buruk dari masyarakat karena aspek perencanaan dan pengawasan dianggap tidak berfungsi dengan baik.
“Saya contohkan suatu pembangunan jalan yang dimana beton dengan material lainnya, seperti besi, plastik dan papan yang sudah terpasang, plus upah pekerja yang harus dibayar. Tapi uji petik BPK hanya menghitung betonnya saja, ini jelas tidak fair. Sehingga bahan material dan upah kerja tidak masuk hitungan, pada akhirnya menjadi temuan,” ujar Andri, Jumat (15/12/2023).
“Plus pekerja yang sudah dibayar, tapi dalam uji petik BPK ketika ada kekurangan harusnya tidak mengkalikan kekurangan dengan harga satuan yang tertera dianalisa harga satuan, karena didalam analisa harga satuan itu terdiri dari berbagai item pekerjaan yang sudah dilaksanakan oleh penyedia, sehingga azas keadilan harus di pertimbangkan,” tutur Andri.
Ia menyadari bahwa BPK memberikan perhatian besar terhadap berbagai proyek pembangunan infrastruktur di Indonesia. Hal itu sejalan dengan fokus Pemerintah saat ini yang sedang gencar membangun infrastruktur diberbagai wilayah.
BPK pun berkontribusi dengan melaksanakan pemeriksaan baik melalui pemeriksaan reguler maupun pemeriksaan investigasi. Dimana tujuan dari fungsi BPK itu, untuk dapat memastikan realisasi keuangan, baik penggunaan Keuangan Negara yang bersifat belanja langsung atau tidak langsung berjalan dengan baik.
Andri pun tahu bahwa fungsi BPK terdiri dari tiga bidang utama, yaitu fungsi operatif, yudikatif dan advisory.
Bilamana melihat ketiga fungsi BPK, lanjut Andri, disitu ada fungsi advisory dengan memberikan pertimbangan kepada Pemerintah mengenai pengurusan dan pengelolaan keuangan negara. Hanya saja yang jadi pertanyaan, kenapa setiap Tahun temuan yang sama terus terulang?
“Misal pada realisasi keuangan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD II) Karawang. Kerap kali ditemukan istilah kelebihan bayar dalam proyek konstruksi. Terkadang temuan tersebut bukan atas dasar kesengajaan penyedia jasa dan tim pengawas Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang terdapat kegiatan konstruksi,” kata Andri.
Bicara fungsi advisory, masih kata Andri, jika benar-benar ditekankan pada setiap OPD, maka dapat meminimalisir temuan. Sehingga aspek antisipasi agar tidak terjadi, atau setidaknya mengurangi temuan dengan istilah kelebihan bayar bisa efektif.
“Kita ambil contoh kegiatan peningkatan atau pembangunan jalan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR). Seringnya terdapat temuan, BPK harusnya mengefektifkan fungsi advisory. Berikan saran kepada setiap OPD, agar persoalan yang sama tak terulang,” kata dia.
“Mengingat kondisi seperti itu, harusnya sejak dahulu BPK efektifkan fungsi advisory. Berikan masukan dan legitimasi kepada Pemerintah, bahwa untuk konstruksi jalan seperti itu, sebaiknya bukan dengan mekanisme pengadaan barang dan jasa terpasang. Tetapi cukup pengadaan material dan jasa, sehingga dapat dirinci item peritemnya. Toh sekarang yang namanya E-Purchasing atau E-Katalog sudah berlaku,” tandasnya.(red)