Bikin Keramik secara Tradisional Ancam Kesehatan Pengrajin

Proses Pembuatan Keramik Plered masih Menggunakan Cara Manual. (Foto : Uwes/Praja).

PURWAKARTA-Proses pembuatan gerabah keramik asal Desa Anjun, Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta, yang masih menggunakan cara tradisonal dianggap berpotensi terhadap pencemaran udara hingga berisiko terhadap kesehatan pengrajin dan lingkungan.

Menanggapi hal itu,Kepala Sentra Keramik Plered, Mumun Maemunah, mengatakan, jika berdampak buruk bagi para pengrajin bahkan masyarakat sekitar, maka pihaknya akan segera berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan mencari solusi agar kesehatan para pengrajin dalam kondisi baik.

“Jika memang berisiko untuk kesehatan khususnya pengrajin,maka hal itu tentu menjadi pekerjaan rumah yang harus diatasi segera mungkin, sebagai antisipasi awal kita akan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan,” kata Mumun, Rabu (28/8/2019).

Baca juga : Pererat Silaturahmi, Kodim 0619 Purwakarta Undang Warga Papua Makan Bersama

Sebelumnya, Mahasiswa pascasarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI) mendatangi industri rumahan berbahan dasar tanah liat itu secara bertahap. Mereka berinteraksi kemudian melakukan pemeriksaan kesehatan menggunakan alat yang fokus terhadap kualitas udara dan debu.

Para mahasiswa ini melakukan penelitian terhadap dampak pembuatan gerabah keramik manual dari mulai mengolah bahan dasar tanah liat, pembentukan, pembakaran, hingga pengecetan yang cendrung beresiko tinggi karena belum ada standar operasional prosedur (SOP) keselamatan kerja.

“Ini bentuknya industri rumahan yang pembuatannya masih sederhana atau manual, kesehatan dan keselamatan para pekerja masih berisiko tinggi.” ujar salah seorang mahasiswa pasca sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, Astrid Salome, ditemui disela-sela penelitian.

Dari total 2,200 pengrajin 107 di antaranya diambil sample untuk penelitian. Pemeriksaan kesehatan mereka fokus terhadap kualitas udara konsentrasi terhadap debu atau PM10 menggunakan alat EPAM, dan gas SO2 atau sulfur diosida menggunakan alat spektropotometer.

Baca juga : Simak! Ini Jadwal dan Sasaran Operasi Patuh Lodaya 2019 Polres Purwakarta

Ia mengaku, hasil penelitian tidak bisa langsung terlihat karena harus dilakukan penelitian lebih lanjut.

“Tidak bisa, sekarang kita baru obserpasi terhadap 107 pengrajin yang kemudian dilakukan pencecekan di laboratorium,” jelasnya.

Sementara itu, salah seorang pengrajin gerabah keramik, Ipin (27), mengaku mengapresiasi kepada para mahasiswa melakukan penelitian ini. Sehingga dirinya mendapat masukan atau ilmu baru soal keselamatan kerja.

“Memang kesehatan itu penting, kalau nanti hasilnya menunjukan beresiko mungkin harus ada upaya untuk pencegahan,” singkat dia. (wes/tif).

Baca juga

Leave a Comment