KARAWANG – Sebanyak 114 hektare sawah di Desa Karangligar, Kecamatan Telukjambe Barat dan Desa Sukamakmur, Kecamatan Telukjambe Timur dipastikan gagal panen alias puso. Sebab ratusan hektare sawah tersebut sudah dua pekan terakhir ini terendam banjir.
Kepala Bidang Perkebunan dan Perlindungan Tanaman pada Dinas Pertanian Karawang, Dadan Dani mengatakan hal itu kepada awak media, Minggu (14/1/2024). “Tanaman padi yang tergenang banjir lebih dari tiga hari akan mati membusuk karena tidak bisa melakukan fotosintesis,” ujar Dadan Dani.
Menurutnya, genangan air bah yang menerjang pemukiman warga Karangligar dan Sukamakmur memang sudah menyusut. Namun, genangan air di areal pesawahan masih tinggi, bahkan pucuk daun padi belum muncul di permukaan air.
Hal itu, menyebabkan tanaman padi tidak bisa bernafas melalui daun dan bakal mati membusuk. “Berdasarkan data yang dihimpun Dinas Pertanian Karawang, area persawahan teknis di wilayah Desa Karangligar yang tergerus banjir mencapai luas 96 hektare. Sementara di wilayah Desa Sukamakmur ada 18 hektare. Jika ditotal ada 114 sawah yang dipastikan puso,” katanya.
Namun demikian Dadan Dani belum bisa memastikan berapa kerugian yang diderita oleh petani. “Angka kerugian total petani kami tidak tahu. Tapi kerugian yang ditanggung pihak asuransi, baru bisa dihitung setelah kami cek lapangan secara teliti” ujarnya.
Disebutkan, areal sawah di Karangligar yang terdaftar dalam AUTP (Asuransi Usaha Tani Padi) tercatat 75,80 hektare. Sementara yang terdampak banjir hanya 49,1 hektare.
Dadan mengakui, tidak semua sawah diasuransikan. Padahal, asuransi gagal panen ada juga yang preminya ditanggung APBD Karawang dan ada pula yang ditanggung oleh petani sendiri.
Di tempat terpisah, Kaji, salah seorang petani warga Desa Karangligar menyebutkan, akibat terjangan air bah, dirinya harus melakukan tanam ulang setelah air surut nanti. Padahal biaya proses tanam padi hingga bisa dipanen mencapai Rp 7 juta sampai Rp 8 juta per hektare.
“Sawah saya saja yang terendam banjir 1 hektare dan belum diasuransikan. Saya tidak tahu harus bagaimana dan ke mana harus mengadu,” kata Kaji.
Jika merujuk pada keterangan Kaji, bisa diambil kesimpulan kerugian yang dideritanya petani di dua desa itu mencapai Rp 798 juta. Angka tersebut dihitung dari biaya tanam dikali dengan areal sawah yang terendam banjir.
Menurut Dadan, sawah yang diasuransikan mendapatkan klaim dari asuransi Rp 6 juta per hektare dengan masa tunggu hingga cair selama 6 bulan. Artinya, petani yang akan melakukan tanam ulang harus menyiapkan dana sendiri, tidak bisa mengandalkan klaim asuransi.(red)