Petinggi FSPS : Kang Emil Tetapkan UMK Dengan Surat Edaran Salahi UU Ketenegakerjaan

Ilustrasi

KARAWANG-Terbitnya Surat Edaran Nomor 561/75/Yanbangsos tentang Pelaksanaan Upah Minimum Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2020 dikritik pedas Pimpinan Tertinggi Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa (FSPS), Abda Khair Mufti.

“Kang Emil (Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Barat-red) tetapkan UMK tahun 2020 dengan surat edaran salahi aturan UU Ketenagakerjaan,” katanya kepada Prasastijabar.com, Minggu (24/11/2019).

Abda mengakui, UMK itu memang sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah untuk memutuskan, dalam hal ini sepenuhnya menjadi kewenangan Gubernur. Sedangkan bupati atau wali kota hanya mengajukan saja. Hal yang mungkin dilakukan oleh Gubernur seharusnya membuat Peraturan Gubernur bukan surat edaran.

“Surat Edaran itu sejak lahirnya UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan bukan merupakan produk hukum dalam tata urut perundang-undangan. Surat edaran hanya bersifat imbauan,” jelasnya.

Baca juga : FSPS Tuding Pembubaran Tes Calon Naker Oleh Katar Rekayasa

Menurutnya, sebaiknya pihak yang merasa dirugikan, dalam hal ini adalah pekerja yang bermasa kerja di bawah satu tahun dapat mem-PTUN-kan hal tersebut. Namun Abda yakin merasa yakin hal itu tidak akan terjadi, karena para pekerja bisa saja tidak memahami aturan hukum yang ada.

“Tapi kita lihat nanti, siapa yang berani mem-PTUN-kan SE UMK Jabar 2020,” ujarnya.

Namun demikian, lanjutnya, surat Edaran ini memang hanya satu-satunya jalan untuk menghambat kenaikan yang tinggi di beberapa daerah, namun negatifnya justru akan membuat UMK beberapa daerah lainya akan semakin kecil, karena akan menerapkan upah minimum provinsi daripada UMK.

UMK Potensi Dipolitisasi
Kata Abda, UMK itu memang menjadi daya tarik yang menarik bagi kepala daerah khususnya yang mau mengikuti Pemilukada dan efek dari hanya dikeluarkannya surat edaran akan berdampak pada tiga hal, di antaranya :

1. Pengusaha yang tidak mematuhi atau tidak menjalankan surat edaran tentang UMK 2020 tidak dikatagorikan melanggar hukum pidana, karena surat edaran bukan produk hukum.

2. Merosotnya kepercayaan kaum pekerja kepada kepala daerah untuk tidak mendukung pada Pemilukada nanti.

3. Bila saja para pengurus serikat pekerja mampu memobilisasi masa maka akan bedampak unjuk rasa yang semakin besar di bulan Februari 2020.

Abda menegaskan, seharusnya sudah merupakan kewajiban pemerintah untuk melindungi pekerja dari upah minimum yang tidak layak, namun dengan dikeluarkannya surat edaran menjadikan pemerintah melepas tanggung jawabnya dari terjadinya pemberian upah minimum di bawah kelayakan.

“Saya berpendapat dengan dikeluarkannya surat edaran, Gubernur Jabar yang sekarang lebih kejam karena akan membiarkan pelanggaran pidana upah murah,” pungkasnya. (red).

Baca juga

Leave a Comment