Kembali Mencuat, Kasus Dugaan Korupsi Libatkan Jejen dan Jimmy Dipertanyakan Askun

Asep Agustian.

KARAWANG-Kasus pelaporan Jejen Afandi terhadap dugaan penyuapan yang di lakukan Ahmad Jamakshari (Jimmy) pada 2016 silam kembali dipertanyakan publik.

Pasalnya, sejak Jejen melakukan pelaporan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Karawang, sampai saat ini masyarakat masih menunggu kelanjutan atas laporan yang di lakukan mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Karawang periode 2004-2009 tersebut.

Menurut praktisi hukum, Asep Agustian, perkara tidak jelas juntrungannya. Padahal sebelumnya, Kejaksaan Negeri (Kejari) Karawang pernah membentuk tim khusus penanganan kasus dugaan penyuapan yang melibatkan Wakil Bupati Karawang, Jimmy, saat masih menjadi pemborong yang dilaporkan oleh mantan anggota DPRD periode 2004-2009, Jejen Afandi.

“Keputusan pembentukan tim penanganan kasus diambil setelah Kejari Karawang melakukan gelar kasus secara internal bersama Kejaksaan Tinggi (Kejari) Jawa Barat yang menghasilikan putusan laporan Jejen akan diproses di Kejari Karawang,” kata pria yang akrab disapa Asep Kuncir (Askun) ini kepada Prasastijabar.co.id, Sabtu (22/2/2020).

Baca juga : Hamil Lima Bulan, Korban Persetubuhan Ini Tetap Bakal Ikuti UN

“Tak hanya itu, Komisi Ombudsman Republik Indonesia juga pernah mengunjungi kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Karawang untuk mempertanyakan kasus laporan Jejen Afandi,” timpalnya kembali.

Askun mengaku heran terhadap kinerja Kejari Karawang yang mengakibatkan kasus tersebut mandek sampai tiga tahun lamanya. Hingga kini, Kejari pun tak juga memberikan keterangan kepada publik ihwal penyebab mendeknya kasus tersebut.

“Langkah Jejen Afandi melaporkan merupakan upaya mencari keadilan. Karena Jejen selaku penerima suap divonis bersalah, sementara pemberi suapnya bisa lolos begitu saja,” ujarnya.

Padahal, lanjutnya, ketentuan Pasal 5 jo. Pasal 12 huruf a dan huruf b Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), baik pelaku pemberi maupun penerima harus dikenakan sanksi pidana.

“Tapi nyatanya kan dalam kasus suap ini baru penerimanya saja yang menanggung risiko hukum. Sementara pemberinya belum menanggung risiko hukum sama sekali,” tegasnya.

Menurut Askun, jika memang Jejen telah mencabut laporannya, maka semestinya Jejen pun harus mempublikasikan pencabutan laporannya sebagaimana ia mempublikasikan kepada pers ketika membuat laporan tersebut.

“Kalau Jejen cabut laporan, mana buktinya,” tanya Askun.

Disinggung kasus tersebut dianggap sudah basi atau kadaluarsa, Askun meminta kepada yang tidak mengerti hukum pidana jangan asal bunyi (asbun). Menurutnya, untuk kasus pidana dianggap kadaluarsa jika sudah melewati 12 tahun.

“Kadaluarsa dari mana? Ini kasus baru dilaporkan tiga tahu lalu, sementara hukum pidana dianggap kadaluarsa jika lewati 12 tahum,” ungkapnya.

Askun masih percaya kredibilitas Kejari Karawang untuk bisa menuntaskan kasus ini.

“Apalagi ini merupakan perkara korupsi, bukan delik aduan. Jadi, demi marwah dan integritas lembaga Kejaksaan, segera tuntaskan perkara ini. Jika penerima suapnya sudah menjalani hukuman, tinggal pemberi suapnya yang belum,” pungkasnya. (red).

Baca juga

Leave a Comment