
Petani garam di Desa Ciparage Jaya mengangkut hasil produksi mereka dengan sepeda motor
KARAWANG– Musim kemarau panjang saat ini ternyata membawa berkah tersendiri bagi para petani garam di Desa Ciparage Jaya, Kecamatan Tempuran, Kabupaten Karawang. Dengan cuaca yang panas menyengat pengendapan air laut bisa lebih cepat sehingga mereka bisa memproduksi garam 1 ton/hektare/dua hari.
Sayangnya, produksi garam yang melimpah itu kurang diimbangi oleh harga yang memadai. Jika sebelumnya harga garam mencapai Rp. 4.000,-/Kg kini harganya anjok hingga berada di angka Rp 1.000,-/Kg.
“Alhamdulillah musim panas ini membawa berkah bagi kami petani garam. Proses produksi garam jadi lebih cepat dan kualitas garam lebih bagus,” ujar salah seorang petani garam di Desa Ciparage Jaya, Aep Suhardi, Minggu (20/8/2023).
Dijelaskan Aep, dari satu hektare tambak garam bisa dihasilkan 1 ton garam per dua hari. Pada musim penghujan untuk memproduksi garam sebanyak itu dibutuhkan waktu satu pekan, bahkan bisa lebih.
Kondisi cuaca yang panas ini, lanjut Aep, membuat petani garam semakin bergairah mengolah tambak mereka. Hanya saja kondisi yang bagus itu berbanding terbalik dengan harga garam yang semakin merosot dari hari ke hari.
Aep menyebutkan, hukum ekonomi sepertinya tengah terjadi di kehidupan petani garam. Produk mereka yang awalnya tembus Rp 4.000,- per kilogram, kini diterima tengkulak Rp 1.000,- per kilogram.
Namun demikian, harga itu harga bersih yang diterima petani garam. Mereka tidak perlu mengeluarkan biaya distribusi karena tengkulak membelinya langsung di sekitar tambak.
Aep menyebutkan, saat ini ada 20 petani garam di Desanya yang mengelola tambak hingga 30 hektare. Aep sendiri memiliki 9 hektare tambak yang mampu memproduksi 5 ton garam per hari.
“Harga seribu rupiah per kilo masih cukup bagus bagi kami. Khawatirnya, harga garam semakin anjlok lagi,” katanya.
Menurut Aep, musim panas diperkirakan masih akan berlangsung hingga tiga bulan ke depan. Hal itu tentunya akan mendongkrak produksi garam di berbagai daerah, termasuk di Ciparage Jaya.
Jika produksi garam melimpah, dikhawatirkan harganya bakal semakin anjlok. “Menurunnya harga garam terjadi secara bertahap. Dari empat ribu, turun ke tiga ribu, hingga seribu rupiah per kilogramnya,” kata dia.
Aep berharap, sebelum harga garam turun hingga ke titik terendah, pemerintah daerah segera turun tangan mengamankan harga. Jika tidak, produksi yang sedang bagus itu tidak akan dinikmati oleh para petani.
Yang untung, mungkin pedagang atau spekulan berduit banyak yang mampu menampung hasil produksi sebanyak-banyaknya. Sebab, para patani tidak memiliki gudang yang memadai agar produksi mereka bisa disimpan untuk menjaga harga tetap stabil.
“Kami sih berharap pemerintah bisa menjaga harga garam agar tidak anjlok ke titik terendah. Bila perlu borong hasil produksi kami sebagai stok garam nasional,” ucap Aep Suhardi.(red)