KARAWANG– Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Karawang menangkap Ade Hermawan alias Belut, pelaku penyiraman cairan kimia terhadap Eli Chuherli (56), seorang guru SMKN 2 Karawang. Akibat perbuatan pelaku, korban kini mengalami cacat netra.
Kasus tersebut viral saat korban ditolak berobat menggunakan BPJS Kesehatan di salah satu rumah sakit di Karawang. Korban kemudian didatangi Dedi Mulyadi, salah seorang anggota DPR RI dan diberi dana untuk berobat sementara.
Peristiwa itu terjadi 22 Mei 2023. Pelaku penyiraman sempat bersembunyi satu bulan lebih. Akhirnya yang bersangkutan diringkus setelah tim khusus Sanggabuana Polres Karawang menyisir keberadaan pelaku yang sering berpindah tempat.
Pelaku ditangkap saat bersembunyi di wilayah kecamatan Telukjambe Timur. “Pelaku kami tangkap tanpa perlawanan saat sedang sembunyi di wilayah Kecamatan Telukjambe Timur. Penangkapan ini setelah kami menyisir seluruh lokasi yang biasa didatangi karena pelaku sering berpindah tempat,” ujar Kasatreskrim Polres Karawang, Ajun Komisaris Arief Bastomy, dalam konferensi pers di halaman Mapolres Karawang, Rabu (12/7/23).
Menurut Arief, berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, motif pelaku melukai korban karena sakit hati. Dia menaruh dendam karena korban memecat dirinya dalam bisnis rental mobil yang dilakukan bersama.
Hal itu mendorong pelaku merencanakan melukai korban dengan cairan kimia. “Pelaku membeli cairan kimia kemudian dimasuki kedalam botol plastik. Setelah bertemu korban cairan kimia yang di beli di toko langsung disemprotkan ke muka korban,” kata Arief.
Disebutkan, pelaku mengaku menyesal telah melukai korban hingga mengalami kebutaan. Namun dia terus menerus menghindari kejaran polisi dengan cara bersembunyi berpindah-pindah tempat.
“Keberadan pelaku terlacak oleh tim Sanggabuana dan akhirnya dia bisa ditangkap tanpa perlawanan,” ujar Arief.
Dijelaskan, untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, pelaku dijerat pasal 353 ayat 2 atau pasal 354 ayat 1 dengan ancaman hukuman 8 sampai 10 tahun penjara.
Di tempat terpisah korban, Eli Chuherli masih berharap bisa berobat menggunakan BPJS Kesehatan. Saat ini dia berobat menggunakan jalur umum atau dana pribadi yang nilainya lumayan besar.
“Saya berharap ada solusi ke depan, korban penganiayaan pun ditanggung BPJS. Sebab musibah yang saya alami bukan keinginan sendiri,” katanya.
Menurut Eli, dia siap menambah membayar iuran BPJS asal bisa ditanggung. Harapan itu, kata Eli, bukan hanya untuk saja, tapi juga untuk korban penganiayaan lainnya.
Eli bercerita, beberapa saat setelah peristiwa penyiraman, ia langsung dibawa ke RS Bayukarta. Karena tak bisa dicover dengan BPJS Kesehatan, dia mengambil jalur pasien umum.
Pada minggu ketiga, Eli melakukan kontrol dan mengupayakan menggunakan BPJS Kesehatan dan bisa. Saat kontrol ke kedua kalinya, karena kondisinya tak kunjung ada perbaikan, dokter menyebut Eli harus dirujuk ke RS Cicendo Bandung.
Di RS Cicendo Bandung, juga tak bisa ditanggung BPJS Kesehatan. Dia disarankan mengurus ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
“Katanya kalau kecelakaan gak bisa dicover BPJS Kesehatan. Saya dikasih link untuk mengurus laporan ke LPSK. Saya mengurus berkas – berkas yang diminta dan mengikuti daftar tunggu. Namun katanya prosesnya sekitar satu bulan,” ujar Eli.
Eli tetap berobat ke RS Cicendo dengan jalur umum. Saat diperiksa, ia harus dioperasi. Hanya saja, untuk kasus seperti dirinya, biaya operasinya tak bisa ditanggung BPJS Kesehatan.
“Saya tanya biayanya sekitar Rp 25 juta, karenanya uangnya belum ada, pulang lagi,” katanya.
Keluarganya pun bingung. Sebab jika harus menjual aset seperti rumah diprediksi membutuhkan waktu lama. Saat berobat jalan saja, Eli habis sekitar Rp 10 juta.
Padahal ia harus cepat berobat atau mendapat tindakan medis. Ia juga menyebut kemungkinan tak bisa melibat kembali.(red)