
makam Eyang Wali Pandita
PURWAKARTA – Dibalik kultur masyarakat yang masih mempertahankan adat dan budaya warisan leluhurnya, di Kampung Tajur, Desa Pasanggrahan Kecamatan Bojong Kabupaten Purwakarta, ternyata terdapat makam keramat/karomah yang dipercaya sebagai tempat dimakamkannya beberapa leluhur yang konon disebut sebagai awal peradabannya masyarakat Kecamatan Bojong dan sekitarnya.
Dudung Sutisna (64) yang merupakan juru kunci makam tersebut menceritakan, menurut keterangan yang didapat secara turun temurun, konon sekitar tahun 1870 M atau sekitar awal masa penjajahan Belanda di Batavia tersebut, makam yang pertama kali ditemukan dan hingga kini dikeramatkan yaitu Makam Eyang Wali Pandita.
“Menurut keterangan turun temurun dari leluhur abah seperti itu, awalnya di sini itu cuma ada makam karomah Eyang Wali Pandita,” kenang pria paruh baya yang akrab disapa Bah Dudung tersebut kepada prasastijabar.com. Selasa, (27/8/2019).
Namun seiringnya waktu, ditambahkan Bah Dudung, makam-makam lain pun ditemukan tak jauh dari makom Eyang Wali Pandita, diantaranya makom Eyang Wali Panembahan, Eyang Wali Bongkot, Eyang Wali Aleisih, Eyang Mayang Santri, Ibu Sepuh Panembahan (Isyri Eyang Mayang Santri, Syeh Usman(garut), dan Eyang Wali Sakti (banten).
Keberadaan adanya makam lain setelah Eyang Wali Pandita, berdasarkan petunjuk dari peziarah yang mengaku masih keturunan eyang pandita atau pun yang mengaku mempunyai leluhur yang dimakamkan di tempat tersebut.
“Terkadang peziarah yang datang dan menunjukan ada makam lain tak jauh dari eyang pandita, setelah di cari ternyata benar ” kata Bah Dudung.
Asal muasal berasalnya Eyang Pandita tidak ada bukti tertulis atau bukti otentik lainnya, namun diakui bah Dudung, waktu masa penjajahan Belanda sempat ada buku silsilah tentang Eyang Pandita. Bermaksud untuk mengamankan buku tersebut, leluhurnya kemudian menyimpannya di sebuah masjid.
“Namun sayangnya Belanda tau kalau buku tersebut disimpan di Masjid dan akhirnya ditemukan dan di bakar Belanda, sejak itu catatan tentang Eyang Pandita musnah,” jelasnya.
Kini makam-makam tersebut tidak hanya dikeramatkan warga setempat, namun menjadi tujuan ziarah dari warga luar daerah. Selain mengaku masih ada keturunan, juga biasanya menjadi tempat ritual untuk perantara mencapai keinginan.
“Peziarah banyaknya berasal dari daerah Sumedang dan Karawang atau Subang, tapi warga sekitar Purwakarta juga ada. Dari yang mengaku masih keturunan karomah hingga yang punya maksud tertentu,” ujar Bah Dudung.
Dilanjutkan Bah Dudung, peziarah biasanya ramai saat memasuki bulan Maulud. Namun di bulan – bulan biasa pun makam karomah tersebut selalu didatangi peziarah.
“Terlebih kalau musim pemilu, seperti belum lama ini, peziarah kebanyakan dari para calon legislatif dan pernah dulu ada beberapa calon kades juga datang kesini dan alhamdulilah infonya mereka berhasil ” terang Bah Dudung.
Terlebih percaya atau tidak, segala sesuatu hanya milik Allah. Namun meski begitu manusia diwajibkan berikhtiar.
“Apa pun ikhtiarnya kita harus tetap percaya sama Allah, tetap berusaha dan jangan meminta kepada makom itu syirik namanya ” pesan Bah Dudung. (wes)