Prasasti Jabar

Psikolog: Pelaku Pencurian Celana Dalam Mengidap Gangguan Fetish

Warga menunjukan sejumlah celana dalam yang berserakan di dekat toilet masjid

CIANJUR-Psikolog Universitas Pendidikan Indonesia, Sri Marsilah menyebut pelaku teror kasus pencurian celana dalam yang terjadi di Desa Kertajaya, Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, beberapa waktu lalu mengidap gangguan fetish.

Menurutnya, pelaku misterius yang menjadikan celana dalam sebagai bahan onani dan meninggalkan sperma dalam setiap hasil curiannya dianggap mengidap gangguan perilaku seksual atau fetish.

Sri menjelaskan, fetish sendiri diartikan masalah di mana seseorang memiliki dorongan seksual yang terkait dengan benda-benda yang tidak hidup sehingga seseorang menjadi terangsang secara seksual dengan memakai atau menyentuh objek.

“Masuk penyimpangan perilaku seksual kelompok fetishisme. Harusnya orientasi seksual ke organ, tapi ini bukan. Cenderung ke benda mati, jika di Cianjur ke celana dalam ada juga yang ke pakaian, rok, hingga ada kasus juga fetish pada sepatu,” ujarnya saat dihubungi via selular, Kamis (1/10/2020).

Ia mengungkapkan banyak faktor yang menjadikan seseorang mengidap fetish pada benda, mulai dari trauma masa kecil, pribadi yang tertutup atau sulit mengungkapkan emosi perasaan, hingga karena pasif dalam menjalin hubungan.

“Bisa saja orang yang interaksi sosialnya baik, dan kita sangka tidak melakukan itu. Tetapi mengalami hambatan dalam mengekspresikan hasrat seksualnya,” katanya.

Dalam kondisi tersebut kemudian orang tersebut mencoba mengekspresikan hasrat seksual nya pada benda mati dengan berfantasi seolah melakukannya dengan lawan jenis.

Kepuasan yang diterima, akan membuat orang tersebut melakukannya terus menerus. Apalagi seks bersifat addict atau candu.

“Ketika dirasa memuaskan dia, sehingga cenderung melakukan lagi. Seks itu kecenderungan addictnya tinggi sehingga dilakukan pengulangan,” ucapnya.

Sri menyebutkan, para pengidap perilaku seks menyimpang sebagian besar atau fetish mengepresikan pada satu hal terutama benda mati. Namun bisa saja mencari sarana lain untuk memuaskan hasrat seksnya.

“Yang dikhawatirkan itu ketika ketertarikannya tak lagi dapat memuaskan, akan mencari cara lain. Bukan tidak mungkin menjadi predator seks ke depannya,” ungkapnya.

Oleh karena itu, yang seharusnya dilakukan kalah segera mencari dan mengamankan pelaku untuk diberi terapi psikologis. Bahkan jika sudah parah, orang tersebut harus diberi obat untuk mengurangi fantasinya.

“Selain agar pelakunya ini bisa kembali normal dari penyimpangan seksualnya, pelaku diamankan dan diterapi supaya tidak lagi meresahkan masyarakat. Sebab pasti masyarakat diresahkan dengan perilakunya. Ini juga antisipasi agar pelaku tidak menyalurkan hasrat pada hal yang lebih ekstrem,” jelasnya.(wan/zak)

Exit mobile version