
Menantang Maut, Warga Perbatasan Melintasi Jembatan Cisomang Untuk Melakukan Aktifitasnya. (Foto : Uwes/Praja).
PURWAKARTA-Tak sedikit terjadi kecelakaan berujung maut di Jembatan Kereta Api Cisomang yang miliki ketinggian sekitar 120 meter dan panjang 230 meter ini, namun itu tak menyiutkan nyali warga untuk jadikan alternatif penghubung perbatasan Bandung Barat dan Purwakarta.
Dari pantauan Prasastijabar.com, selain digunakan masyarakat untuk melakukan kegiatan kesehariannya seperti berniaga atau pun aktivitas lainnya, tak sedikit pula pelajar yang berdomisili di Bandung Barat namun bersekolah di beberapa kecamatan di Kabupaten Purwakarta seperti kecamatan Plered dan kecamatan Darangdan.
Menurut warga Kampung Cibanggala, Desa Cikadongdong, Kecamatan Cikalongwetan, Bandung Barat, Rijal (18), setiap harinya ia berangkat sekolah dengan mengendarai kendaraan roda dua melintasi jembatan kereta api yang konon tertinggi di Indonesia itu.
Baca juga : Di atas Ketinggian Jembatan Kereta Api Cisomang, Bendera Merah Putih Raksasa Dikibarkan
“Setiap hari berangkat sekolah melintasi jembatan, kalau tinggal di Bandung Barat tapi sekolah di Plered ” ujar Rijal, yang mengaku siswa SMKN 1 Plered itu, Minggu (18/8/2019).
Berbagai kesulitan, tentu saja harus dihadapi saat melintasi jembatan ekstrim tersebut. Selain harus punya nyali lebih karena harus mengendarai kendaraan di atas ketinggian, track khusus lalu lintas warga pun hanya mempunya lebar sekitar 80 Cm saja dan berdekatan langsung dengan rel kereta api sementara di satu sisi lainnya alam terbuka di atas ketinggian.
“Kalau belum biasa jangan coba-coba melintas, soalnya harus punya nyali lebih mengendari motor lewat jembatan cisomang mah, selain tinggi, jalannya pas-pasan buat motor saja, apalagi kalau pas kita di tengah terus ada kereta lewat jarak tubuh kita sama kereta sangat dekat, belum lagi angin kencang,sangat berbahaya,” katanya.
Senada menurut warga Desa Depok, Kecamatan Darangdan, Purwakarta, Awang (63), warga sekitar perbatasan sudah terbiasa melintasi jembatan Cisomang. Diketahui, saat ini warga menggunakan jembatan kereta api jalur dua yang baru digunakan sekitar tahun 2004 lalu, sementara dulu warga menggunakan jembatan lama yang konon dibangun sekitar tahun 1800-an atau masa penjajahan Belanda.
Baca juga : Alustista TNI/Polri Karya Warga Sukarapih Konvoi di HUT Ke-74 RI
“Dulu mah jembatan yang sebelahnya yang dipakai warga, tapi sudah tidak pakai sekarang mah kan udah ada yang baru,” jelasnya.
Menurutnya, jembatan Cisomang tidak hanya digunakan sebagai alternatif saja, meski berbahaya untuk keselamatan, pada hari libur atau bulan suci Ramadhan, jembatan tersebut acap kali dijadikan warga untuk sekedar menunggu waktu buka puasa tiba.
“Suka ramai warga dengan sengaja kesini untuk ngabuburit, padahal sangat berbahaya tapi sepertinya menjadi tempat favorit untuk nongkrong mungkin karena pemandangannya menarik,” tutup Awang. (wes/tif).