
Ilustrasi/net.
PRASASTIJABAR.COM-Suatu ketika, seorang petinggi suku Quraisy, Abdul Muthalib, termenung. Ia terkenang kisah leluhurnya, Ibrahim yang diperintah Tuhan menyembelih Ismail, sang putra tercinta.
Hatinya berkecamuk. Pilu. Ia merasakan, getar Nabi Ibrahim kini telah berpindah ke dadanya. Bedanya, Ibrahim di masa silam ditantang iman. Sementara dirinya, disandera nazar.
Sebuah nazar yang pernah ia ungkapkan puluhan tahun ke belakang saat sumur Zamzam kembali ditemukan setelah hilang lama sebelumnya. Sayangnya, penduduk Makkah yang teramat bahagia tak mampu menahan nafsu guna segera meneguk airnya.
“Wahai Abdul Muthalib! Apakah kau berani menghalangi kami, sedangkan kau sendiri tidak mempunyai anak lelaki yang dapat menjagamu,” gertak seorang laki-laki yang hendak menyerobot ke muka antrean.
Abdul Muthalib pun lemas. Bukan tak berani, ia hanya kecewa dan sedih. Memang benar, putranya waktu itu cuma satu, yakni Harits semata.
“Ya Allah, jika Engkau memberiku sampai sepuluh anak, maka akan aku kurbankan untuk-Mu putra yang paling akhir kelahirannya,” rintih Abdul Muthalib, begitu yakin.
Nazar Abdul Muthalib ini diperkuat riwayat dari Ibnu Abbas yang kemudian At-Thabari mengutipnya dalam karyanya.
“Dulu Abdul Muthalib pernah bernazar, jika dia memiliki 10 anak lelaki maka akan menyembelih salah satunya. Ketika Abdul Muthalib memiliki 10 anak lelaki, dia mengundi siapa anaknya yang akan disembelih. Ternyata yang keluar nama Abdullah. Sementara Abdullah adalah anaknya yang paling dia cintai. Kemudian Abdul Muthalib mengatakan, ‘Ya Allah, Abdullah atau 100 ekor onta.’ Kemudian dia mengundi antara Abdullah dan 100 onta. Lalu keluar 100 ekor onta. (Tarikh at-Thabari, 1/497).
Allah pun kemudian mengabulkan keinginan Abdul Muthalib dengan waktu cukup singkat. Nyaris di setiap tahun, istrinya hamil dan melahirkan hingga tiba kepada hitungan anak ke sepuluh yang diberi nama Abdullah.
Abdullah memang beda dibanding saudara-saudaranya. Raut mukanya lebih rupawan, tingkahnya saleh, dan kecerdasannya bikin kedua orang tuanya jatuh cinta dan mencurahkan kasih sayang sepenuhnya.
Setelah cukup waktu, akhirnya dengan terpaksa dan berat hati Abdullah yang mungil itu dibawa Abdul Muthalib ke hadapan Kabah. Janji adalah janji. Ia pun bertekad menyembelih Abdullah demi memenuhi nazarnya.
Singkat cerita, sama halnya nasib yang dialami Nabi Ismail as, Abdullah pun akhirnya tidak jadi disembelih dan digantikan dengan menyembelih 100 ekor onta.
Kejadian ini menunjukkan bagaimana perlindungan yang Allah berikan untuk terlahirnya Nabi terakhir, Nabi Muhammad SAW. Ada peluang ayahnya meninggal sebelum menikah, namun Allah jaga kehidupan Abdullah dari nazar Abdul Muthalib untuk menyembelihnya.
Dalam suatu hadis yang diriwayatkan Ibnu Hisyam, Rasulullah SAW bersabda : Aku adalah putra dua orang sembelihan. (red).