Prasasti Jabar

GMMP Desak Pemkab Purwakarta Rumuskan Langkah Strategis Distribusi Gas Melon

Ilustrasi

PURWAKARTA-Gerakan Masyarakat Moral Purwakarta (GMMP) meminta Pemkab Purwakarta untuk membuat langkah setrategis menyelesaikan persoalan distribusi elpiji 3 kg. Di antaranya, meredefinisi warga miskin yang tidak hanya menekankan pada penghasilan atau income, melainkan pada besaran take home pay.

Selain itu, menempatkan pengecer pada mata rantai distribusi secara legal. Sehingga diperlukan harga eceran tertinggi (HET) warung. Sementara saat ini HET gas bersubsidi diatur hanya pada tingkat pangkalan. Sesuai peraturan Bupati Purwakarta Surat Keputusan (SK) bupati nomor 500/kep.374-perek/2019 HET ditetapkan Rp16.000/tabung untuk tingkat pangkalan.

“Tak hanya itu, pemerintah juga harus menyiapkan data masyarakat miskin dan pelaku usaha mikro yang berhak mendapatkan gas bersubsidi, termasuk masyarakat yang berpenghasilan di bawah Rp1,5 juta/bulan. Pasalnya, saat ini para penyalur kesulitan dalam mengidentifikasi pembeli gas bersubsidi,” ungkap Ketua GMMP Hikmat Ibnu Aril, Kamis (24/10/2019).

Baca juga : Kerap Salah Sasaran, Pemkab Purwakarta Ancam Cabut Izin Pangkalan Gas Melon

Kemudian, kata dia, ada klasifikasi ASN yang dilarang menggunakan gas bersubsidi. Sebab, income ASN dipengaruhi oleh pangkat dan golongan. Fakta di lapangan, tak sedikit ASN yang sisa gajinya di bawah Rp1 juta, lantaran memiliki angsuran kredit di bank. Sehingga mereka bisa saja dikategorikan masyarakat miskin.

“Pertanyaan lainnya jika masyarakat yang berpenghasilan di atas Rp1,5 juta/bulan dilarang mendapatkan gas bersubsidi, lalu bagaimana buruh pabrik yang saat ini sudah berpenghasilan Rp3,7 juta/bulan? Jika demikian, maka akan menimbulkan masalah baru . Dan ini perlu diperhitungkan,” ujar dia.

Baca juga : Pemkab Purwakarta Pertahankan Sejumlah Daerah Ini Jadi Agrobisnis Manggis

Selain itu, GMMP juga meminta Pemerintah dan Hiswana Migas membuat formula pengawasan yang efektif. Misalnya melibatkan RT dan RW dalam mengawasi distribusi gas bersubsidi di tingkat bawah. Pasalnya, mereka adalah satu-satunya pihak yang tahu betul kondisi masyarakat di lapangan.

“Seperti ada SK langsung yang secara khusus mengawasi penyaluran barang-barang bersubsidi. RT dan RW itu lebih efektif, dan memiliki data lebih akurat tentang persoalan warga,” tutupnya. (wes/tif).

 

Exit mobile version