Bawaslu Karawang, Roni : Sanksi Moral Lebih Berat Dibanding Sanksi Pidana

Roni Rubiat Machri/net.

KARAWANG-Tim Sentra Gakkumdu telah memutuskan kasus dugaan jual beli suara pada Pemilu Legislatif 2019 yang melibatkan caleg Perindo, EK Budi Santoso alias Kusnaya, oknum Komisioner KPU Kabupaten Karawang, AM, dan 12 PPK tidak bisa diteruskan ke pidana pemilu. Namun Bawaslu Kabupaten Karawang punya asumsi kuat 13 penyelenggara pemilu bisa dijerat ke pelanggaran kode etik.

Menurut Divisi Penanganan Perkara Bawaslu Kabupaten Karawang, Roni Rubiat Machri, bila kasus ini masuk ke ranah pidana pemilu, maka berdasarkan Pasal 523 poin (2) UU Pemilu, pemberi dan penerima money politic terancam pidana 7 tahun penjara dan denda Rp48 juta.

“Namun karena bukti tida mencukupi, maka kasus pidana pemilunya tidak dapat diteruskan,” ujarnya kepada Prasastijabar.com, Jumat (12/7/2019).

Kendati demikian, lanjutnya, meski di materi pidana pemilu tidak bisa diteruskan, untuk materi kasus dugaan pelanggaraan kode etik itu sudah cukup bukti kuat untuk diteruskan ke DKPP. Pasalnya ada peristiwa pertemuan antara penerima dan pemberi, kemudian pihak penerima dan pemberi sudah mengakui ada transaksi uang ketika peristiwa pertemuan itu terjadi.

“Sanksi moral efek pelanggaran kode etik itu lebih berat dibanding saksi pidana,” ungkapnya.

Pasalnya, sambung Roni, bila terbukti melanggar kode etik maka yang bersangkutan akan dicopot dari jabatannya dan tidak boleh lagi menjadi penyelenggara seuumur hidup. Sementara bila dikenai pidana pemilu, maka yang bersangkutan masih bisa jadi penyelenggara pemilu setelah lima tahun bebas dari menjalani hukuman.

“Pelanggar kode etik selain nama baiknya tercemar dirinya juga tidak bisa lagi jadipenyelenggara pemilu selamanya,” pungkasnya. (red).

Baca juga

Leave a Comment