
BERSEJARAH: Salah satu warga mengunjungi lokasi dimana diduga merupakan artefak benteng kerajaan Sangkuriang.
PURWAKARTA – Ditemukannya batu yang tersusun rapi dan menyerupai sebuah benteng di semak belukar milik Perum Perhutani di Desa Kutamanah, Kecamatan Sukasari beberapa waktu lalu menimbulkan beragam asumsi masyarakat.
Ada yang menyebut batu tersebut merupakan peninggalan jejak Sangkuriang atau bahkan peninggalan kerjaan zaman dulu. Untuk memastikan hal itu nampaknya harus ada penelitian lebih jauh.
Camat Sukasari, Idrus Nurhasan mengatakan, benda menyerupai benteng itu pertama kali ditemukan warga. Batu itu memiliki tinggi sekitar 2 – 2,5 meter dengan panjang beragam karena keberadaannya parsial (tidak menyatu).
“Setelah saya lihat memang unik juga, dan memang usianya sudah cukup lama,” kata Idrus saat dihubungi melalui sambungan seluler. Senin, (12/8/2019).
Menurutnya, jika batu menyerupai benteng kraton itu peninggalan kerjaan zaman dulu memang sangat wajar, mengingat ada keterkaitan dengan nama desa dimana benteng itu ditemukan.
“Kuta itu benteng, manah itu hati, kutamanah yang artinya benteng hati. Kalau kita melihat dari arti nama desa itu yah bisa sajakan zaman dulunya ada yang membuat benteng disana,” ucapnya.

Tim dari PERMATA Tengah Melakukan Penelitian Batu Menyerupai Benteng Kerajaan.
Idrus mengaku akan sangat mengapresiasi jika ada yang meneliti lebih jauh soal benteng tersebut. Apalagi saat ini di sekitar lokasi tengah diperbaiki oleh pihak desa dan rencananya akan dijadikan tempat objek wisata.
“Terlepas itu peninggalan sejarah atau bukan rencananya akan di jadikan tempat kunjungan wisata yang dikelola melalui Badan Usaha Milik Desa (Bumdes),” jelas Idrus.
Menyikapi ditemukannya batu tersebut, pekan ini Perhimpunan Mahasiswa Purwakarta (Permata) akhirnya turun tangan untuk mengungkap temuan tersebut.
Selama dalam penelitiannya, tim Permata kembali menemukan hasil dimana pada saat melakukan proses validasi terdapat dua batu yang usianya sangat tua.
Untuk temuan batu pertama, yang memiliki konstruksi berupa menhir (Batu Tunggal) ini berusia 1621 SM. Sedangkan, pada temuan batu kedua dengan konstruksi berupa bekas runtuhan menara berusia 2400 SM.
Indra Nugraha, ketua tim arkeologi Permata mengungkapkan, bahwa hasil dari penelitian kali ini benar-benar memuaskan.
“Kita harus lebih fokus dan serius dalam menangani situs sejarah ini, apalagi hasil penelitian tadi sangat memuaskan. Kita pun sudah membawa satu buah batu untuk dijadikan sampel dan dilakukan validasi atau pengujian lebih intensif ke Pemerintah Provinsi Jawa Barat” ujarnya.
Setelah dilakukan penelitian, lanjut Indra, hasilnya pun positif, dimana usia batu tersebut yakni, 1227 Ths. Artinya situs ini di bangun pada tahun 792 M (abad ke-8). Dalam hal ini kita dapat menyimpulkan bahwa terdapat tiga fase kebudayaan yakni 792 M, 2400 SM, dan 1621 SM.
“Beberapa hari kemarin, Selasa (6/8/19). Dimana kami kembali lagi menemukan artefak dengan rupa gerabah, koin, dan manik-manik, setelah dilaksanakan beberapa galian” ujarnya.
Indra menambahkan, Meskipun sudah mendapatkan hasil beberapa temuan, namun tim peneliti tidak mau terburu-buru dalam berspekulasi, sebab temuan pun belum banyak.
“Kami cukup puas dengan hasil ekskavasi kali ini, namun ini bukanlah suatu hasil akhir, kami akan terus melakukan penelitian lebih mendalam lagi,” jelasnya. (wes/naz)